SBRM Laporkan Tindakan Pemotongan Upah Pokok Pekerja Di PT. LIH CMA Group

PELALAWAN. NAK -Pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Oktober 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Dalam PP itu disebutkan, bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi Pekerja/Buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan Pekerja/Buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar.
Merasa tidak berterima dengan pemotongan upah pokok oleh pengusaha, Beberapa pekerja membuat laporan bersama dengan Serikat Buruh Riau Mandiri ke UPT Wil II Pengawasan Disnakertrans Prov. Riau yang dibenarkan sesuai dengan Surat Bukti Penerimaan Laporan, Senin ( 17/06/19 ) di Siak Sri Indrapura.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov Riau melalui Penyidik Pengawasan UPT Wil II Pengawasan Disnakertrans Prov. Riau Bpk. Usman membenarkan juga hal ini, Jumaat ( 21/06/19 ). ” Ya, laporan
Lagi dalam proses pak dan SPT kami hari senin dan saya juga kelapangan menagani kasus laporan pekerja juga. ” Jelasnya kepada awak media

Bacaan Lainnya

Sementara Ketua Umum SBRM Herman Zai, Sabtu ( 22/06/19 ) sangat menyayangkan tindakan pihak PT. LIH atas pemotongan upah pokok pekerja yg tdk sesuai aturan yang berlaku. ” Tindakan tersebut merupakan tindakan melawan hukum dlm hubungan kerja, sebab ; ” Pengupahan dan tata cara pemotongan upah pekerja” sudah diatur rugalisasinya dalam PP No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah.

Dalam Aturan Pemerintah tersebut ada dasar – dasar perhitungan upah, yang harus dipenuhi perusahaan terhadap pekerjanya .” Jelasnya

Ia juga menjelskan ” Dalam kasus ini, pekerja PT. LIH adalah pekerja tetap dengan 7 jam kerja/hari . Meski pihak perusahaan membuat target kerja utk dpt memaksimalkan produksi perusahaan.

Namun jika TBS tidak ada, atau bahasa kasarnya buah sawit tidak ada yg layak untuk standar panen, apakah hal itu disalahkan pekerja dan dipotong upahnya karena tidak terpenuhi produksi perusahaan.?

Hal ini menjadi aneh, tindakan ini adalah kategori pengurangan hak, dan pengupahan dibawah standar atau dibawah ketentuan yg berlaku dan konsekuwensinya sangat berat, kita terus upayakan agar tindakan ini dapat dihentikan dapat pekerja mendapat penghasilan untuk memenuhi standar kehidupan layak. ” Ungkapnya.

Pengawas SBRM Optonica Zega juga menyanyangkan sikap perusahaan yang menakut – nakuti pekerja yang membuat laporan pengaduan. ” Perusahaan jangan bertindak membodohi pekerja dengan menyuruh pekerja membuat Surat pernyataan bahwa pekerja tidak pernah melapor. Kita sudah punya segala bukti tentang laporan pekerja kepada kita. Dan pihak perusaan yang membuat surat pernyataan kita juga sudah tau sesuai informasi baru – baru ini dari pekerja.
Mestinya kita ikut aturan saja. ” Tambahnya.
( Fh )

Pos terkait