TORAYA UTARA, NAK- Persoalan sengketa lahan Lapangan Gembira atau Pacuan Kuda di Rantepao, Toraja Utara (Torut), terus menyita perhatian publik. Komunitas Toraja baik di dalam maupun di luar Toraja, tanpa peduli Toraja Utara atau Tana Toraja, sangat menaruh prihatin. Pasalnya, dalam perkara sengketa lahan yang melibatkan dua pihak Ini, yakni Pemkab Torut selaku tergugat dan Ahli Waris H. Ali selaku penggugat, dalam dua putusan baik putusan Pengadilan Negeri (PN) Makale maupun putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel di Makassar, dimenangkan pihak penggugat.
Dari putusan banding ini kemudian dilanjutkan ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) RI. Proses di MA ini kini sedang berlangsung. Menanti putusan kasasi, berbagai pihak terus berjuang dengan harapan putusan nantinya berpihak ke Pemkab Torut. Terjadi riak-riak di sana-sini lewat unjuk rasa dan gerakan lain dilakukan sejumlah elemen masyarakat Toraja. Kondisi ini terus berlangsung hingga sekarang.
Di tengah ingar-bingar kasus sengketa lahan yang mengundang perhatian masyarakat luas ini, Brigjen Pol (Purn.) Drs. Frans Katha Palayukan, SH, MBA, sontak tersentak rasa patriotismenya sebagai putra Toraja. Menurut Mantan Karobankum Divkum Polri ini, apa yang terjadi dengan proses hukum hingga keluarnya putusan banding terkait sengketa lahan yang dimenangkan ahli waris H. Ali itu merupakan sebuah peradilan sesat. Bilamana tidak hati-hati menanganinya, katanya, sebagai orang Toraja kita akan kehilangan muka. “Dan sebagai putra Toraja saya punya tanggungjawab moral untuk peduli terhadap daerah kelahiran saya,” ujar Frans Katha, via ponsel, Sabtu lalu (12/1), dari Mekkah, Arab Saudi. Di Mekkah, Mantan Ketua Perhimpunan Masyarakat Muslim Toraya ini sedang menunaikan ibadah haji.
Frans yang kini berprofesi sebagai pengacara ini, mengaku, pihaknya telah memiliki salinan dua putusan dari PN dan PT. “Saya sudah lihat dan baca isi putusan. Bagi saya itu sesat. Ada apa kok keputusannya begitu cepat. Kayak terburu-buru dibikin, kurang teliti,” ketusnya.
Karena itu, dia meminta Bupati Torut Kala’tiku Paembonan agar membentuk tim independen dan dirinya siap menjadi ketua jika diminta. “Demi harkat dan martabat orang Toraja serta demi kebenaran saya siap membela secara gratis. Saya akan all out demi Toraja, ” tandas Frans Katha yang juga Pelindung Yayasan Peduli Tondok Toraya ini. Pemegang Bintang Bhayangkara Nararya ini juga mengapresiasi upaya yang dilakukan selama ini dengan keterlibatan sejumlah pengacara yang tergabung dalam GERTAK (Gerakan Toraja Peduli Keadilan). “Tidak ada masalah, semua elemen bergerak. Yang penting tujuannya positif dan untuk kepentingan bersama sangtorayan,” tuturnya lagi.
Untuk diketahui, Lapangan Gembira yang menjadi objek sengketa, sejauh ini dikuasai Pemkab Torut. Di atasnya terdapat fasilitas publik yang dibangun pemda setempat. Seperti, Stadion Mini, Puskesmas, Kantor Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bangunan SMA Negeri 2 Toraja Utara serta lainnya.
Mohammad Irfan, Hj Fauziah, Hj Tjeke Ali Dan Hj Heriyah Ali yang merupakan ahli waris H Ali kemudian mengklaim lahan tersebut sebagai miliknya. Mereka lalu menggugat Pemkab Torut hingga membuahkan putusan. Para penggugat tersebut kemudian diketahui adalah kerabat dekat Ketua MA, Prof Hatta Ali. (Tomy)